Halaman

Sabtu, 10 Oktober 2020

Am I Competent?

Aku nggak tahu mau nulis apa, hehe.

Jadi sekarang aku sedang sangat gabut, tak banyak hal yang aku kerjakan. Hanya meunggu tanggal sumpah dokter. Hmm, tidak berasa sebentar lagi aku disumpah. Tapi jujur, mengemban gelar baru ini rasanya ‘beban banget’, serasa semua tanggungjawab dijatuhkan ke pundak. Waktu pengumuman lulus ujian kompetensi kemarin itu rasanya deg-degan, speechless, tapi tiba-tiba agak kencang juga kepala karena merasa “aduh ini beban hidup aku kok makin-makin ya”. Sejak itu aku benar-benar rajin berdoa hahaha, berdoa agar aku bisa menjadi dokter yang baik, bermanfaat, profesional, dan kompeten. Nggak apa-apa berdoa dulu aja, usahanya nanti dulu, masih pengen rebahan, hehe.

Kadang aku berpikir, apakah aku benar-benar bisa menjadi dokter yang baik? Aku merasa ilmu yang kupunyai segitu-gitu aja. Kapasitas otakku nggak seheboh teman-temanku. Aku anaknya benar-benar pelupa, butuh waktu lama buat belajar, giliran ujian kelar semua ilmu yang kupelajari cepat banget menguapnya. Ngomongin skill, apalagi. Aku pernah nggak lulus OSCE Kompre sekali, ujian praktik dengan pasien sebelum koas. Bukti kalau aku benar-benar kurang dalam penguasaan skill. So, am I competent?

Tak jarang aku merasa takut, minder, nggak pecaya diri kalau harus bertemu pasien dan harus periksa pasien (ini yang kualami sewaktu koas, setelah menjadi dokter tentunya aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak begini). Kadang ketika aku memeriksa pasien, aku dipenuhi berbagai kebingungan. Ini yang aku liat bener nggak ya? Aku salah dengar nggak ya? Tentu saja ketakutan dan keminderan itu muncul karna aku sadar kalau aku kurang berilmu. Tapi untuk menuntut ilmu itu sendiri, sampai sekarang pun aku masih mudah bosan dan tidak konsisten. Satu hal lagi yang aku sangat lemah, menghafal dan mengenal obat. Bagaimana bisa aku menjadi dokter kalau aku tidak tahu sediaan obat, merk dagang obat yang ada di pasaran, dan dosis yang diperlukan.

Tapi sekarang aku berpikir, bukankah kalau aku berhasil lulus ujian kompetensi berarti aku tidak begitu buruk? Aku pun kini bisa menjawab beberapa pertanyaan dari teman-temanku mengenai beberapa keluhan yang mereka alami dengan yakin dan percaya diri, walaupun saat ditanya obat aku pasti googling terlebih dahulu karna memang aku belum terlalu hafal nama-nama obat. Beberapa waktu yang lalu pun, aku merasa cukup bisa berpikir dan mengambil keputusan yang tepat saat aku mengikuti pelatihan penanganan kegawatdaruratan yang diadakan oleh fakultasku. Aku menjadi leader di kelompokku, dan walaupun sempat tersendat tapi aku merasa aku sudah memiliki pola pikir yang cukup terarah dalam menangani pasien gawat darurat (walaupun sudah pasti butuh pembiasaan agar bisa lebih cekatan).

Sepertinya, lagi dan lagi, yang menjadi masalah adalah minder dan tidak percaya diri. Aku terlalu tidak yakin dengan diriku sendiri, walaupun aku sudah berusaha semampuku. Hal ini yang tidak pernah berubah dari diriku. Aku sering merasa kurang, padahal mungkin sebenarnya aku tidak begitu buruk dan aku cukup siap. Ah, apakah aku kurang bersyukur? Saat menulis ini sejujurnya aku sedang berusaha untuk mencari solusi untuk diriku sendiri. Aku berusaha untuk membantu dan menyemangati diriku sendiri.

Untukku. Hai, jangan pernah berhenti belajar. Menjadi dokter rmemang harus menjadi long life learner. Tapi justru karna itu, setiap hari adalah proses belajar. Jangan takut dan jangan minder. Jangan pernah merasa kurang. Kamu tentu sudah mempunyai cukup bekal setelah 6 tahun sekolah mulai dari pre-klinik hingga koas. Kamu harus yakin dan menerapkan ilmu yang kamu punya dan kamu kuasai dengan baik dan tepat. Kalau kamu takut, lalu kapan kamu bisa menerapkan ilmu-mu itu? Ilmu yang kamu punya malah akan sia-sia dan tidak bermanfaat, bukan? Bahkan Tuhan sudah mengatakan untuk tinggalkan keraguan, jadi kamu harus yakin dan jangan takut Tapi jangan lupa juga, karna kamu selalu belajar, jangan pernah malu untuk membuka buku bila kamu tidak yakin dengan suatu hal agar keyakinan kembali kepadamu.

Bersyukurlah akan hal-hal terkecil yang kamu punya, yang Tuhan berikan. Ilmu yang membuatmu minder itu juga dari Tuhan, kamu harus mensyukurinya sekecil apapun itu. Alih-alih minder, kalau merasa kurang justru kamu harus bersyukur karna kamu diberikan Tuhan kesadaran akan kurangnya ilmu yang kamu kuasai sehingga kamu bisa memohon dan mempelajari ilmu dari Tuhanmu lebih banyak dan lebih dalam lagi.

Oke, jadi ini hanya secuil manifestasi keminderan dan ketidakpercayaan diriku. Aku hampir mempunyai perasaan minder dan tidak pecaya diri di segala aspek. Tidak hanya terkait kemampuanku yang merupakan amanah yang akan kuemban, aku juga memiliki ketidak-percaya-diri-an yang cukup dalam bersosialisasi. Tapi hal itu belum ingin kubahas untuk saat ini. Sudah terlalu lelah bukan, minder dan tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Satu Bulan Internsip

Hola, ternyata sudah satu bulan tidak menulis. Padahal terlalu banyak kegelisahan-kegelisahan yang dialami dalam satu bulan ini, haha. Tap...