Halaman

Sabtu, 19 Desember 2020

Satu Bulan Internsip

Hola, ternyata sudah satu bulan tidak menulis. Padahal terlalu banyak kegelisahan-kegelisahan yang dialami dalam satu bulan ini, haha. Tapi kegelisahan yang menumpuk ini akan kurangkum dalam secuil tulisan.

Yap, sekarang aku sudah satu bulan menjalani internsip. Rotasi pertamaku di Puskesmas yang tidak jauh dari tempat tinggalku saat ini. Banyak hal yang kudapat dan kupelajari dalam satu bulan ini. Pengayaan ilmu pengetahuan yang membuatku makin merasa kurang dan kurang, pengalaman yang sangat bernilai dan tentunya tak bisa digantikan, juga pelajaran kehidupan yang penuh warna.

Pada hari pertama bertugas, aku agak terkejut karena aku benar-benar langsung bertemu dengan pasien. Pada saat itu dokter pendampingku juga tengah menjalani dinas luar sehingga aku di ruang BP Umum melayani pasien dengan dokter umum yang lain (kami menangani pasien masing-masing). Aku bersyukur karena aku tidak terlalu mengalami banyak masalah dalam berkomunikasi dengan pasien, namun aku sangat was-was dan deg-degan dalam menentukan diagnosis dan terapi kepada pasien.

Saat jam istirahat pun aku curhat mengenai kegelisahanku selama menghadapi pasien kepada dokter umum yang pada hari itu bertugas di BP bersamaku dan beliau bilang “Nggak apa-apa”, dilanjutkan masukan dan saran dari beliau. Tentu saja tidak hanya sekali itu aku curhat kepada para dokter di Puskesmas, hari-hari berikutnya pun tiap aku memiliki kegelisahan aku selalu menceritakannya dan respon yang kudapat sangatlah baik dan menyenangkan.

Aku cukup lega karena dokter-dokter di Puskesmas tempatku bertugas sangat terbuka kepadaku, tidak pernah mengkritik dan selalu memberi saran yang membangun. Bahkan seorang dokter disitu selalu menekankan “Aku juga masih belajar, Dek. Kita sama-sama belajar bareng-bareng”. Kalimat yang selalu membuatku merasa tenang namun di sisi lain juga menjadi pengingat untukku bahwa aku adalah seorang dokter, yang mau tidak mau harus menjadi long-life learner.

Jujur saja, sebelum memulai internsip sampai kurang lebih satu minggu aku menjalani kehidupan internsipku aku masih mencoba beradaptasi. Delapan bulan menjadi pengangguran membuatku kaget dengan kehidupan Puskesmas yang pada saat itu terasa melelahkan bagiku. Masuk pukul tujuh pagi dan pulang pukul dua siang, aku selalu tertidur sehabis mandi sore. Malam pun aku tidak sanggup melakukan aktivitas apapun dan memilih untuk beristirahat. Namun aku menyadari bahwa aku tidak bisa terus menerus bersikap seperti ini. Aku harus mulai menyusun rencana kehidupan yang benar. Aku harus bisa membagi waktu antara bertugas di Puskesmas, melakukan kegiatan rumah tangga (mencuci pakaian dan membersihkan kamar), serta belajar, menambah ilmu, dan mengumpulkan tugas-tugas internsip.

Akhirnya setelah satu minggu aku mulai bisa beradaptasi. Walaupun aku masih belum rutin belajar, tapi aku sudah mulai membuat target penyelesaian tugas internsip. Penyelesaian tugas internsip inilah yang membuatku mau tidak mau harus membuka kembali materi-materi yang pernah aku pelajari maupun mempelajari ilmu baru yang relevan. Selain itu, kondisi pandemi ini juga membuatku mau tidak mau selalu update informasi kesehatan yang sangat dinamis dengan regulasi-regulasi pemerintah yang berganti dengan cepat karena pada prakteknya para tenaga medis di Puskesmas merupakan promotor pertama yang akan dimintai informasi oleh masyarakat.

Sampai sekarang pun usahaku memang belum maksimal, tapi sedikit demi sedikit aku mulai menerapkan salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang dokter, menjadi long-life learner. Dalam hal lain kita memang tidak boleh merasa kurang dan harus merasa cukup, bersyukur. Tapi ilmu pengetahuan menjadi pengecualian. Ilmu pengetahuan terus berkembang, maka kita juga harus turut berkembang bersama dengan ilmu pengetahuan itu agar bisa menjadi manusia yang berguna.

 

Sabtu, 28 November 2020

Whole New World

Setelah enam tahun menghabiskan masa remaja-dewasa muda (?) di Jogja, sekarang aku menghadapi quarter life crisis di tempat baru, tempat yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk aku tempati, Kota Semarang. Yup, dari dulu aku tidak pernah berencana untuk singgah di kota ini karena aku selalu memiliki mimpi yang sederhana untuk tinggal di kota kelahiranku atau sekalian yang jauh dari tempat asalku, dan bagiku kota Semarang itu kurang jauh tapi tidak dekat juga.

Hidup di Jogja dengan budaya pengendara kendaraan bermotor yang masih alus dan sopan, tidak ada klakson mengklakson yang tidak pada tempatnya. Sungguh, aku sangat jarang mendengar bunyi klakson yang ditekan nyaring dan mendadak saat di Jogja. Aku pun sebenarnya termasuk pribadi yang tidak suka membunyikan klakson dan  tidak suka diklakson, jadi aku selalu berusaha untuk berkendara dengan tertib. 

Hari pertama di Semarang tentunya tejradi culture shock karena orang tidak bersalah pun bisa-bisa diklakson! Oke ini hiperbola, tapi inilah keresahan dan kekesalanku dengan polusi suara yang kualami di kota yang baru saja kujajaki ini. Cuaca di Semarang yang panasnya melebihi panas kota Jogja ditambah dengan kondisi traffic yang sangat tidak bersahabat membuatku enggan berlama-lama di jalan. Oiya selain banyaknya bunyi klakson yang menurutku sebenarnya tidak perlu, orang di Semarang berkendara dengan bar-bar dan tidak ada yang mau mengalah.

Pernah pada satu hari karena aku ingin mencari sebuah toko pakaian aku iseng berkeliling di sekitar tempatku kerja mengendarai motor. Aku memutuskan untuk berkendara tanpa tujuan dan hanya menyusuri jalan. Aku menghabiskan satu jam di jalan dan berujung aku mengalami tension type headache, kepalaku rasanya cekot-cekot dan terikat karena stres di jalanan yang hanya berlangsung satu jam! Motor dan mobil tidak ada yang mengalah, kebut-kebutan, tidak ada yang ingin ketinggalan lampu hijau, tidak ada yang mau tertinggal salip menyalip di jalan yang tidak terlalu luas. Aku yang memang berjalan tanpa arah hanya bisa menepi dan mengemudi perlahan tapi pasti.

Apa yang bisa kupelajari dari pengalaman ini, tentunya kita harus menjadi orang yang sabar dan nerimo apalagi di lingkungan baru hahahaha. Cepat atau lambat aku juga harus bisa beradaptasi di dunia yang baru untukku, kali ini dalam hal mengendarai motor. Aku harus mulai terbiasa dengan polusi suara dari klakson kendaraan bermotor disini serta harus segera lihai dan gesit berkendara agar tidak terkaget-kaget dengan kebar-baran yang ada. Tentunya, semoga kita semua selalu diberi keselamatan di jalanan, stay safe and healthy!


Rabu, 25 November 2020

kupu kupu

kupu-kupu itu tak pernah pergi

sejak pertama kali hatiku menepi

dan memutuskan untuk berhenti

bersamamu menyatukan hati

membulatkan tekad tuk memulai mimpi

bersamamu melewati hari demi hari


walau hanya via tulisan

tak pernah timbul rasa bosan

malah makin kerasan

karna selalu ada yang membuat terkesan


kupu kupu itu tak pernah pergi

malah melekat hingga detik ini

Sabtu, 14 November 2020

Keajaiban Restu Orang Tua (Part 2)

Di tengah kegalauan memilih antara RS Roemani dan RS Bhayangkara, dengan si A yang tak kunjung membalas chat-ku aku pun memutuskan untuk bertanya dan menceritakan kegalauanku kepada ibuku. Aku berkata kalau aku bingung, dan aku menanyakan bagaimana kalau aku memilih RS Bhayangkara. Aku terkejut saat ibuku dengan bersemangat berkata “Kalau ada Bhayangkara yaudah, kalau bisa milih Bhayangkara saja!”.

Tidak seperti saat aku berkata ingin memilih RS Roemani dimana ibuku hanya mengiyakan dan mendoakan yang terbaik, saat aku ingin memilih RS Bhayangkara ibuku dengan penuh semangat mendukung dan mendoakanku agar aku bisa mendapat wahana di RS Bhayangkara. Menurutku ini merupakan petunjuk agar aku membulatkan tekadku untuk memilih RS Bhayangkara yang sebenarnya aku pun masih buta dan tidak mengetahui reviewnya. Tapi entah bagaimana, semangat dari ibuku tertular padaku dan membuatku benar-benar yakin untuk memutuskan RS Bhayangkara sebagai pilihan pertamaku.

Setelah memutuskan pilihan pertamaku, aku mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk. Aku pun membuat list pilihan wahanaku seperti ini.

       1. RS Bhayangkara

       2. RS Roemani

       3. RSUD Ungaran

      4. RSUD Sunan Kalijaga Demak (awalnya pilihanku adalah RS Ken Saras Ungaran, namun aku merasa RS ini terlalu jauh)

Sepanjang malam aku cemas dan banyak berdoa, juga meminta orang-orang terdekatku untuk mendoakanku. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Pada hari pemilihan wahana aku sudah bersiap dari jam 8 pagi, walaupun waktu pemilihannya masih jam 10. Aku bersama temanku di warnet tersebut, mengobrol dan mencoba menutupi kecemasan satu sama lain. Aku juga memerhatikan sekaligus berdiskusi dengan operator di sana terkait tips pemilihan wahana. Oh iya, sedari pagi tentunya aku kembali meminta doa restu kepada kedua orang tuaku.

Sudah mulai cemas mendekati jam login

Pukul 09.50 merupakan waktu diperbolehkan login akun, aku pun segera memasukkan email dan password lalu mulai merasakan kecemasan. Beberapa temanku yang tidak mengikuti pemilihan pada hari itu juga turut datang untuk melihat kami memilih wahana, sehingga rasa cemas lumayan berkurang karena kami bisa saling ngobrol.

Ketika waktu menunjukkan pkul 09.57 aku segera mengirim pesan kepada orang-orang terdekatku untuk mendoakanku agar pemilihan wahana berjalan lancar dan aku bisa mendapat wahana yang kuinginkan, yaitu RS Bhayangkara. Akhirnya pukul 09.59 lebih sekian detik aku klik refresh dan saat list wahana sudah muncul aku segera menuju ke list paling bawah. Tulisan RS Bhayangkara masih terpampang jelas dan aku segera memilih list tersebut. Sekali. Refresh. Dua kali. 

Alhamdulillah sudah berhasil memilih wahana

Akhirnya aku telah memilih wahana. Kemudian aku segera mengecek pakta intergritas.

Alhamdulillah lagi, aku mendapatkan wahana pilihanku

Aku hanya bisa terdiam dan benar-benar tidak dapat mengekspresikan perasaanku. Aku sangat bersukur dan sedikit tidak percaya. Aku pun segera menghubungi orang-orang terdekatku dan memberi kabar bahwa aku berhasil mendapat wahana pilihanku.

Pada saat itu juga aku baru merasakan kalau restu orang tua dan doa dari orang tua benar-benar memiliki keajaiban. Di sini yang ingin aku tekankan, doa dan restu yang diberikan benar-benar harus spesifik. Aku pun teringat ketika aku meminta restu untuk memilih RS Roemani orang tuaku hanya mengiyakan dan mendoakan agar aku mendapat yang terbaik (karena sebagaimana mestinya orang tua pasti hanya akan mendukung pilihan dan keinginan kita walaupun mereka sebenarnya punya pendapat lain), sedangkan saat aku meminta restu untuk memilih RS Bhayangkara mereka nampak bersemangat dan mendoakanku dengan spesifik agar aku dapat internsip di RS Bhayangkara sehingga hal tersebut juga membantu memantapkan hatiku. Aku yang yakin tanpa ragu dengan pilihanku, dan orang tua yang meridhoi dan mendoakanku akhirnya berhasil mendapatkan sesuai keinginan.

Di sini aku pun belajar untuk tidak menyepelekan restu orang tua. Restu orang tua itu penting dan punya keajaibannya sendiri.

 



Rabu, 11 November 2020

Keajaiban Restu Orang Tua (Part 1)

Bagi dokter umum yang baru saja disumpah, internsip tentunya memiliki tingkat ke-hectic-an tersendiri. Was-was dan deg-degan melebihi saat UKMPPD karena UKMPPD itu pasti, asal belajar dan banyak latihan soal pasti bisa. Sedangkan internsip itu penuh ketidakpastian, seolah-olah takdir dan keberuntungan sangat berperan di sini, di samping kecepatan internet tentunya.

Hal tesebut tentu juga kurasakan, apalagi pilihan wahana yang masih belum pasti bagiku pada saat itu. Ya, aku belum membuat list pilihan wahana hingga hari pengumuman daftar wahana dikeluarkan. Bahkan aku booking warnet H-1, di saat teman-temanku banyak yang sudah booking dari satu bulan sebelumnya.

Aku tidak ingin terlalu membicarakan tips dan trik memilih wahana karena pasti sudah banyak yang membahasnya, bukan? Aku hanya ingin membagikan keluh kesahku menjelang pemilihan wahana internsip.

Singkat cerita aku ingin mendaftar internsip pada periode November 2020. Biasanya pola daftar wahana berulang tiap periode sehingga aku tahu betul pada periode yang aku pilih tidak mungkin ada wahana dari Kota Kudus ataupun Kabupaten Jepara, daerah yang ingin kujadikan pilihan tempat internsip. Tapi karena kondisi pandemi, banyak rumor yang mengatakan akan terjadi perubahan wahana dan list yang biasanya itu pun masih tidak pasti. Bahkan dari situs simulasi pemilihan wahana, tedapat satu Rumah Sakit di Kudus yang masuk ke dalam daftar prediksi wahana internsip November 2020. Aku sedikit lega, tapi tidak begitu berharap sehingga aku tidak benar-benar bersiap untuk booking warnet pada saat itu.

Daftar wahana diumumkan pada tanggal 21 Oktober malam, sedangkan jadwalku untuk memilih wahana adalah pada tanggal 23 Oktober. Pada tanggal 21 itu aku mencoba untuk mencari warnet, tapi aku masih belum memutuskan untuk booking, baru sekedar bertanya-tanya. Malam hari saat daftar wahana diumumkan, sesuai dugaanku bahwa kota pilihanku tidak masuk ke dalam list. Aku sedikit cemas karena tidak tahu wahana mana yang harus aku pilih. Akhirnya aku memutuskan untuk memilih 4 wahana di Kota dan Kabupaten Semarang yang menurutku masih dekat dan cukup familiar (walaupun tidak terlalu), namun aku masih belum memusingkan mana yang akan kujadikan pilihan pertama walaupun awalnya aku berpikir untuk menjadikan RSUD Ungaran sebagai pilihan pertama karena aku tidak yakin memilih wahana di Kota Semarang, pasti berebutan dan banyak saingan. Kemudian malam itu juga aku memutuskan untuk booking warnet dengan harga lima ratus ribu (awalnya aku berniat untuk booking warnet biasa dengan tarif normal).

Keesokan harinya aku segera booking warnet dan menghubungi operator yang membantu menyiapkan komputer dan segala hal terkait pemilihan wahana. Setelah sedikit lega karena sudah booking warnet, aku mulai kebingungan untuk memantapkan pilihan pertama karena jujur saja aku merasa tidak yakin memilih RSUD Ungaran. Akhirya siang itu juga aku mulai mencari review keempat rumah sakit pilihanku tapi hanya RS Roemani yang kutemukan, dengan review yang menurutku biasa saja. Aku tidak berharap banyak, aku hanya mengeksklusi wahana yang secara gamblang tidak direkomendasikan. Akhirnya aku menelepon ibuku dan mengabarkan bahwa aku berniat memilih RS Roemani. Sebagai orang tua, ibuku hanya mengiyakan dan mendoakan yang terbaik.

Aku tidak berhenti begitu saja. Aku masih mencari review wahana lain. Aku mencoba mencari review Rumah Sakit Bhayangkara. Saat aku googling, yang kutemukan justru blog yang menceritakan bagaimana dia memilih wahana. Secara lucu (menurutku), penulis blog tersebut menceritakan bahwa dia memilih wahana ditemani oleh temannya si A, yang kemarin sudah berhasil mendapatkan wahana pilihannya di RS Bhayangkara. Hal lucu yang membuatku terkejut adalah aku mengenal si A. Dia adalah kenalanku saat koas Obgyn, berasal dari Universitas negeri di Semarang. Aku pun segera menghubungi si A via instagram untuk menanyakan review RS Bhayangkara, tapi tidak dibalas juga hingga malam.

Entah bagaimana, setelah aku tahu orang yang kukenal ada di RS Bhayangkara aku jadi ingin memilih wahana tersebut padahal aku belum mengetahui review-nya. Aku pun menggalaukan dua wahana untuk dijadikan pilihan pertama, yaitu antara RS Roemani dan RS Bhayangkara. Akhirnya aku menanyakan kontak Whatsapp si A pada temannya yang juga kenalanku, sekaligus menanyakan apakah si A pernah bercerita tentang RS Bhayangkara ini. Teman si A ini memberiku kontak si A, juga mengatakan padaku bahwa menurut si A, RS Bhayangkara cukup santai dan aman. Aku pun makin tertarik untuk memilih wahana di RS Bhayangkara tetapi juga masih galau dan ingin menunggu balasan si A.

Sabtu, 07 November 2020

hubungan

Aku sudah tiga tahun menjalani hubungan jarak jauh alias long distance relationship. Apakah menyenangkan? Tentu. Jadi, nggak ada sedihnya? Oh, tentu ada. Selalu ada bahagia dan sedih, senang dan susah di setiap hubungan. Begitu pun dengan aku. Tapi pahit manis suatu hubungan itulah yang justru membuat hubungan menjadi lebih berwarna dan tentunya menjadikan pribadi masing-masing menjadi berkembang lebih baik, bukan?

Komunikasi sudah pasti menjadi kunci agar hubungan berjalan dengan baik. Komunikasi yang kurang baik tentunya bisa membuat suatu hubungan mengalami kesalahpahaman dan ketidak-harmonisan. Dalam berkomunikasi, menurutku dibutuhkan kedewasaan dan kebesaran hati, serta kesadaran untuk saling menekan ego masing-masing. Kadang kita bisa tidak setuju dengan pendapat orang lain, termasuk pasangan kita sendiri. Apabila kita berbesar hati untuk menerima pendapat orang lain yang berbeda dengan kita tentunya kita tidak akan dengan mudah menghakimi, sehingga harapannya bisa mencari jalan tengah dan kesepakatan dengan kepala dingin, bukan dengan perasaan yang tidak enak di antara satu sama lain. Kita semua tentu juga tahu, keputusan yang diambil dalam keadaan emosi selalu adalah keputusan yang salah.

Lalu, apa yang bisa dilakukan jika dalam suatu hubungan terjadi masalah? Prinsipnya sama dengan prinsip komunikasi yang sudah kutuliskan di atas. Harus ada kebesaran hati untuk menekan ego masing-masing, dan jangan pernah membuat keputusan di saat sedang emosi. Selain itu, kita harus mengingat kembali tujuan awal hubungan kita. Aku tidak ingin membahas bila hubungan yang dijalin masih main-main dan belum serius. Namun bila suatu hubungan sudah didasari komitmen untuk serius dan siap menjalani bersama, apabila ada masalah yang datang tentu harus berusaha menyelesaikannya, dan mengingat komitmen yang disepakati sejak awal. Apabila salah satu emosi, tentunya pihak lainnya harus bisa menekan ego dan sebaliknya. Karena bila keduanya tidak ada yang mau mengalah tentu akan lelah.

Hubungan jarak jauh mempunyai tantangan tesendiri karena komunikasi tanpa tatap muka lebih tidak mudah dibanding dengan komunikasi yang dilakukan secara langsung. Ketika kita bertatap muka dengan orang yang kita ajak berkomunikasi, kita bisa melihat raut wajah dan ekspresi serta gestur tubuh mereka, sehingga kita juga bisa menilai perasaan dan emosi yang tertuang sebenarnya. Saat kita berjauhan, kesalahpahaman dalam berkomunikasi bisa terjadi karena kita tidak bisa menilai ekspresi lawan bicara kita, bagaimanakah perasaan yang sebenarnya.

Hal yang perlu kita lakukan dalam berkomunikasi jarak jauh tentunya adalah jujur dan terbuka. Sehingga walaupun kita tidak bisa menunjukkan ekspresi dan raut wajah kita kepada lawan bicara kita, semua perasaan kita dapat tersampaikan dengan jujur dan apa adanya. Setidaknya kita mencurahkan seluruh ekspresi dan perasaan kita lewat tulisan atau suara, sehingga lawan bicara kita juga bisa mendapat gambaran menyeluruh dan tidak setengah-setengah. Kalau info yang diterima hanya setengah-setengah, kesimpulan yang diambil pastinya akan kurang tepat, bukan? Itulah yang bisa memicu kesalahpahaman.

Sejak awal menjalin hubungan, aku sudah terpisah jarak. Aku dan pasanganku bisa bertahan selama tiga tahun tentu tidak mudah. Kami hanya bertemu setidaknya sekali dalam sebulan, itu pun tidak dalam waktu lama. Namun sedari awal, pasanganku selalu menekankan dan mengajarkanku untuk jujur dan terbuka. Apabila ada hal yang mengganggu, kami selalu membicarakannya dan berusaha untuk menyelesaikannya. Karena apabila masalah itu dibiarkan berlarut-larut akan memperburuk hubungan kami, apalagi kami hanya bisa menyelesaikannya secara jarak jauh.

Menjadi jujur dan terbuka adalah hal yang baru untukku. Aku bukan orang yang bisa dengan mudah menceritakan segala keluh kesah, sambatan dari lubuk hati terdalam, hingga menunjukkan dark side-ku kepada orang lain, bahkan bisa dibilang tidak pernah sampai aku bertemu pasanganku kali ini. Aku, kepada pasanganku yang lalu-lalu tidak pernah bisa terbuka padahal kami bahkan bisa saling bertemu langsung. Kadang ada kebohongan-kebohongan kecil antara aku dan pasangaku terdahulu. Tapi sekarang, aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan apapun dari pasanganku. Justru aku yang merasa perlu dan selalu ingin berbagi cerita dan segala keluh kesahku padanya, mulai dari yang serius hingga hal-hal tak penting sekalipun. Semuanya melalui proses panjang hingga aku di tiitk ini. Tapi satu hal yang pasti, keterbukaan dan kejujuran yang diajarkan dan ditanamkan oleh pasanganku kepadaku benar-benar membuatku menjadi lebih baik, aku bisa mengeluarkan segala uneg-unegku, dan tentunya hal tersebut menguatkan hubungan kami.

Tak bisa dipungkiri, dalam suatu hubungan kita tetap perlu bertatap muka. Hal kedua, hubungan itu diusahakan bersama, tidak bisa pasrah menerima keadaan dan menunggu. Dua kunci itu kami pegang, karena itu aku selalu mengupayakan untuk tetap bertemu walaupun tidak lama dan tidak sering. Hal yang pelru disyukuri karena kami hanya dipisahkan kota, sehingga pertemuan masih bisa diusahakan. Kadang aku yang mengunjunginya, kadang juga sebaliknya. Tergantung situasi, tapi kuncinya adalah tetap harus diusahakan bertemu dan menghabiskan waktu bersama.

Lagi-lagi seperti di tulisan-tulisanku sebelumnya, jangan lupa untuk bersyukur. Bersyukur karena bisa bertahan hingga sekarang, berarti banyak hal baik yang telah terjadi dan tentunya akan lebih banyak lagi hal baik nantinya bila kita bisa bertahan dan terus berproses memperbaiki diri bersama. Bersyukur, karena walaupun kita punya flaws, pasangan kita masih tetap bertahan dan menerima kita hingga kita di titik ini. Kalau sudah bersyukur pastinya kita akan banyak berterima kasih pada diri kita dan pasangan karena sudah ada dan bertahan hingga sekarang. Dengan bersyukur juga kita akan lebih menerima satu sama lain dan diri sendiri. Aku, masih belajar, tapi dengan tulus selalu bersyukur dan berterima kasih atas segala hal baik yang kudapatkan yang bisa kujadikan kenangan indah, dan tak lupa kepada hal buruk yang pernah terjadi yang bisa menjadi pelajaran ke depannya.

Aku pun sampai sekarang masih terus belajar untuk menjaga dan membangun hubungan bersama pasanganku. Belajar untuk bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan, kepada semesta yang mempertemukan kita, kepada pasanganku atas segala perhatian dan penerimaannya sejauh ini, dan kepada diriku sendiri yang mau berproses dan berkembang menjadi lebih baik lagi.

Satu Bulan Internsip

Hola, ternyata sudah satu bulan tidak menulis. Padahal terlalu banyak kegelisahan-kegelisahan yang dialami dalam satu bulan ini, haha. Tap...