Introverts are relatively more
withdrawn, retiring, reserved, quiet, and deliberate; they may tend to mute or
guard expression of positive affect, adopt more skeptical views or positions,
and prefer to work independently [concept originated by Carl Jung for the study
of personality types] – https://dictionary.apa.org/introversion
Translate by Google Translate: introvert relatif lebih pendiam, cenderung menjaga
ekspresi terhadap suatu afek positif, memiliki pandangan yang lebih skeptis,
dan suka bekerja sendiri.
Teman-temanku
yang belum mengenalku banyak yang tidak percaya kalau aku seorang introvert
(paling tidak ini menurutku, karna bisa saja aku ternyata adalah seorang
ambivert, who knows?). Yah, karna
dari luar aku nampak memiliki banyak teman, mudah bergaul, dan cukup bisa
berkomunikasi dengan aktif.
Tapi
hal yang tidak mereka ketahui adalah, ketika aku kembali ke duniaku sendiri aku
baru merasakan seluruh energiku terkuras habis setelah bersosialisasi dengan
orang-orang. Aku bukannya tidak suka, tidak. Aku menikmati saat aku
berkomunikasi dan besosialisasi dengan teman-temanku, aku tertawa bersama
mereka memang karna aku senang, aku ikut bergosip memang karna aku tertarik. Tapi
entah bagaimana, secara ajaib semua hal tersebut menguras habis energiku sampai
di titik aku harus sendiri. Menikmati waktuku sendiri sampai aku merasa
energiku kembali terkumpul.
Beberapa
hal yang kurasakan mungkin tidak sesuai dengan definisi menurut Bapak Carl Jung
di atas, aku bukan seorang pendiam, aku juga tidak akan jaim terhadap hal yang
seharusnya aku tertawakan (paling tidak itu yang kupahami dari hasil
translasinya). Tapi jika diberi pilihan tentu aku lebih suka bekerja sendiri
dan untuk beberapa hal aku terkadang bisa berpikir skeptis tanpa aku sadari.
Kembali
ke aku, sebenarnya baru beberapa tahun terakhir ini aku mengklaim diriku
sebagai seorang introvert. Sejak kecil aku merasa aku adalah seorang ekstrovert
karna aku banyak teman, cukup sering berbicara di depan publik, sangat
ekspresif, dan sangat easy-going. Tapi
beberapa hal yang aku sadari setelah lebih berumur adalah, semua itu aku
lakukan karna aku masih dalam masa mencari eksistensi, aku merasa takut dan khawatir kalau aku tidak punya teman, dan sebagian besar karna
tepaksa dan kadung kecemplung kalau
dalam istilah Bahasa Jawa.
Pada
saat masih berumur di bawah 20 tahun, aku merasa aku harus bisa tampil dan
dikenal banyak orang, mempunyai banyak teman, semua itu aku lakukan sebatas
untuk eksistensi tanpa memikirkan untuk apa. Selain itu, tanpa kusadari aku
juga cukup mendapat banyak kesempatan untuk tampil, sehingga seolah-olah aku
memang benar-benar seorang ekstrovert. Pada kenyataannya aku tidak pernah
melakukan approach terlebih dahulu. Aku
terkesan punya banyak teman karna sebagian dari mereka mau membuka diri untukku
(sejujurnya aku malu dan tidak percaya diri, serta cenderung malas untuk
memulai suatu pertemanan atau hubungan baru dengan orang baru). Aku tidak
pernah dan sangat jarang memulai mengajak, dan cenderung selalu diajak. Selain itu
seperti kubilang sebelumnya, secara tidak sengaja banyak kesempatan datang yang
membuatku terpaksa harus tampil dan berada di depan publik.
Selama
ini dengan banyaknya teman yang aku kenal, aku tetap lebih enjoy dengan diriku sendiri. Aku lebih menikmati waktuku ketika aku
meghabiskannya sendiri. Aku menikmati waktu-waktuku ketika aku pulang kuliah langsung
pulang, pergi mencari makan sendiri, dan makan di tempat makan sendiri (hal
yang bagi teman-temanku kadang dianggap aneh tapi aku justru sangat suka),
belanja ke manapun juga sendiri, tanpa perlu membuang energiku untuk bertemu
dan berhubungan dengan orang-orang. Aku bergaul dan bersosialisasi hanya
sebatas untuk mencari eksistensi. Hingga akhirnya aku mulai mencari tahu dan
meraba-raba, apakah aku perlu melanjutkan ini? Pencarian eksistensi ini? Aku merasa
waktuku sangatlah kurang untuk diri sendiri. Aku selalu merasa kehabisan energi
setelah terlalu banyak bertemu dengan orang.
Setelah
mulai memikirkan untuk apa aku mencari eksistensi diri, dan ternyata aku
menemukan jawaban versiku, "tidak ada gunanya untuk sekarang", aku memutuskan
untuk mengurangi aktivitas sosialku. Aku lebih banyak mengeksplorasi diriku,
mencari tahu apa yang sebenarnya aku butuhkan dan apa yang terbaik untukku. Dulu
aku biasa keluar sampai malam tapi aku selalu merasa lelah berlebihan setelahnya dan tidak mendapat apa-apa dari itu, tidak ada value berharga yang kudapat tapi justru energiku seperti tekuras habis hanya untuk memenuhi keinginan mencapai eksistensi.
Sekarang aku berusaha sebisa mungkin sudah di rumah sebelum matahari terbenam
dan hal ini membawa perubahan yang cukup baik untukku. Aku memiliki banyak
waktu untuk diriku sendiri. Aku memiliki banyak kesempatan untuk lebih mengenal
diriku sendiri, salah satunya dengan menulis.
Tapi
terkadang aku juga berpikir, daripada disebut introvert aku lebih cocok disebut
memiliki kepribadian tertutup (tolong beritahu aku, apakah dua tipe kepribadian
itu sebenarnya sama atau memang berbeda). Sekali lagi, aku punya banyak teman,
aku anak yang easy-going dan
ekspresif, tapi dibalik semua itu aku adalah seseorang yang tidak pernah
menceritakan masalah-masalahku terutama masalah terdalam dan terbesarku kepada
siapapun (sampai aku menemukan pasanganku, dan dia menjadi satu-satunya
tempatku berbagi keluh kesah). Aku benar-benar setertutup itu, karna aku tidak
penah merasa mempunyai orang yang benar-benar bisa selalu ada, dapat
mendengarkan, dan dapat kupercaya.
Terkadang
aku berpikir, apakah aku munafik? Ketika aku berkumpul dengan orang banyak, aku
tulus ketika menertawakan sesuatu. Aku serius ketika aku bersemangat
mengemukakan pendapatku di depan publik. Aku tidak merasa ada yang kututupi,
dan aku merasa aku tetap menjadi diriku sendiri. Aku hanya tidak ingin
membagikan keluh kesahku kepada orang-orang yang aku tidak kenal begitu dekat,
karna untuk apa? Lebih baik kusimpan sendiri sampai aku menemukan satu orang
yang benar-benar kupercaya bisa menjadi pendengar yang baik dan selalu siaga
mendengarkanku, bukan?
Cukup
dengan aku. Menurutku, menjadi seorang introvert atau seorang dengan
kepribadian tertutup tidak serta merta membuat kita menjadi pribadi yang tidak
bisa bersosialisasi. Public speaking
diperlukan untuk semua orang, baik yang ekstrovert maupun introvert. Sosialisasi
juga tidak bisa dihindari walaupun kita menganggap diri kita seorang introvert
karna sudah kodratnya manusia adalah makhluk sosial.
Introvert
ataupun ekstrovert adalah bagaimana kita menyikapi stimulus dari luar, dalam
hal ini sosialisasi dan komunikasi dengan orang lain. Jika ekstrovert cenderung
mendapat semangat yang lebih ketika bersosialisasi dan berkomunikasi dengan
orang lain, introvert butuh istirahat (quality
me time) dan mengisi energinya sendiri setelah bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan orang lain, dan menurutku itu bukanlah suatu kemunafikan.
Bukan berarti introvert yang pandai bergaul itu bermuka dua, dia hanya bisa
menempatkan dirinya dengan baik dalam berbagai keadaan dan mungkin memang
mendapat kesempatan lebih untuk tampil.
Sekian
dariku. Jadi, apakah aku introvert? Atau aku hanyalah seseorang yang tertutup
dan tidak percaya diri?